Jumat, 10 Maret 2017

Makalah HACCP (Hazard Analitic Critical Control Point) produk perikanan

MAKALAH
Hazzard Analysis Critical Control Point

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sektor perikanan Indonesia pada era globalisasi ini memiliki prospek pengembangan yang sangat potensial. Hal ini dapat dilihat dari industri pangan hasil perikanan yang semakin berkembang dan beragam jenisnya. Dalam perkembangannya suatu industri pangan khususnya dibidang perikanan dituntut untuk menjamin adanya keamanan produk yang dihasilkan. Perlu adanya pengawasan yang sistematis dan continue mulai dari awal bahan baku diterima hingga produk tersebut dipasarkan.
HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi.
Di dalam industri pangan khususnya bidang perikanan harus mampu menerapkan sistem jaminan mutu dan jaminan keamanan pangan (HACCP) sebagai fokus utama untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti kontaminasi bahaya baik bahaya kimia, fisisk maupun mikrobiologis. Dengan memenuhi persyaratan dalam penanganan  maupun  pengolahan,  maka diharapkan  hasil  pengolahan  dapat memenuhi  standar  mutu  yang  ditetapkan baik  secara  nasional maupun  internasional. Kontinuitas  mutu  produk  sangat  penting guna meningkatkan kepercayaan luar negeri terhadap  mutu  suatu  produk  sehingga produk  tersebut  dapat  ditemui  di  pasar Internasional.

B.     Tujuan
  1. Mengetahui tujuan pengendalian proses produksi
  2. Mengetahui sejarah dan prinsip HACCP beserta penerapannya
  3. Mengetahui cara penentuan serta perbedaan CCP dan CP
  4. Memahami secara jelas tentang Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP).
II.  PEMBAHASAN
1.        Pengendalian Proses Produksi
Pengendalian proses produksi ­adalah suatu usaha atau aktivitas yang menetapkan atau mengatur kemampuan sumber-sumber yang digunakan dalam memenuhi rencana proses produksi, juga merupakan suatu usaha atau aktivitas yang menetapkan atau mengatur kemampuan sumber-sumber yang digunakan dalam memenuhi rencana proses produksi
Tujuan utamanya adalah memaksimalkan pelayanan bagi konsumen dan meminimalkan investasi pada persediaan, dimana jika suatu proses dalam produksi itu terkendali secara benar akan mampu mengurangi pengeluaran atau biaya lebih yang ditimbulkan dari produk yang dipasarkan.
Tujuan khususnya adalah mengusahakan agar perusahaan dapat menggunakan modal seoptimal mungkin dan mengusahakan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas untuk dapat mendapatkan keuntungan yang cukup bagi perusahaan
Untuk mencapai Pengendalian proses produksi yang baik dilakukan setiap tahapan dengan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standart Sanitation Operating Procedure (SSOP). GMP merupakan acuan dalam melaksanakan kegiatan produksi dengan baik. Setiap tahapan proses harus sesuai dengan GMP untuk menghasilkan produk yang sesuai standar. Sedangkan SSOP merupakan acuan dalam melakasankan kegiatan produksi dengan menerapkan sistem sanitasi yang baik untuk menghasilkan produk yang aman. Kegiatannya berupa: penjaminan mutu, monitoring aktivitas produksi, pengendalian produksi, pelaporan dan pendataan
2.        Hazard Analyis Critical Control Point (HACCP)
2.1. Sejarah HACCP
Sejarah HACCP berawal pada tahun 1959 oleh Perusahaan Oillsbury yang dipelopori oleh Howard E. Bauman, Menurut Bauman (1990), bagian paling sulit dari program mutu adalah untuk mencapai jaminan mutu yang mendekati 100% karena ruang yang digunakan terkontaminasi pathogen, baik bakteri maupun virus serta racun atau zat-zat kimia yang menyebabkan penyakit yang menyebabkan wabah. Hal tersebut dapat ditentukan dengan teknik pengendalian mutu yang saat ini ada karena tidak ad acara yang pasti untuk kita bisa pastikan bahwa tidak akan ada masalah selama proses sehingga di buatlah suatu system pengendalian hazard yaitu HACCP.

2.2. Kelayakan Dasar Penerapan HACCP
Sertifikat HACCP merupakan sertifikat yang penting untuk menjamin sebuah perusahaan menerapkan tindakan pencegahan terhadap timbulnya bahaya di setiap proses produksi. Selain itu, sertifikat HACCP juga digunakan untuk mendapatkan kepercayaan pasar (konsumen) terhadap produk. Sertifikat HACCP didapatkan setelah perusahaan terlebih dahulu menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standart Sanitation Operational Procedure (SSOP) sebagai prasyarat dasar penerapan HACCP. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan pembinaan penerapan HACCP dan persiapan sertifikasi HACCP, yang terdiri dari dua tahap sebagai berikut:
1.      Kelayakan dasar, yaitu penerapan sistem jaminan mutu berdasarkan HACCP, meliputi cara produksi yang baik, penerapan standar sanitasi dan prosedur operasional, ajuran teknologi produksi, pembibitan, pembudidayaan, pasca panen, pelaksanaan sanitasi, peralatan mesin, peralatan dan mesin, karyawan dan lain-lain.
2.      Tahap persiapan, yaitu mempersiapkan rancangan yang mencakup organisasi, penerapan, dan evaluasi yang meliputi pemebentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi pengguna produk, penyusunan diagram alir proses, dan verifikasi diagram alir proses tersebut.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh denga penerapan HACCP:
a.       Meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan
b.      Meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen berkurang
c.       Memperbaiki fungsi pengendalian
d.      Mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif menjadi preventif
e.       Mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste (Anonim A, 2012)

2.3. Prinsip HACCP
Pada prinsipnya HACCP dapat dibagi menjadi dua bagian penting yaitu bagian pertama fokus pada mendefinisikan karakteristik alami dari produk yang akan diproduksi dan menentukan diagram alir proses produksinya hingga ke tangan konsumen. Mengetahui karakteristik alami dari suatu produk sangat penting untuk dapat mendeteksi potensi bahaya yang akan muncul. Selain itu, yang tidak kalah penting juga untuk diketahui adalah cara produk pangan tersebut digunakan (dimakan mentah, bahan mentah siap dimasak, atau bahan matang siap dimakan), metode distribusi dan pemasaran, serta karakteristik konsumennya (bayi, remaja atau orang tua). Informasi ini bukan bertujuan untuk merendahkan tingkatan pengawasan keamanan pangan pada salah satu factor dan meningkatkannya pada factor lain, melainkan lebih kepada mengetahui potensi bahayanya dan cara-cara pencegahannya. Sedangkan bagian kedua terdiri dari pengaplikasian tujuh prinsip HACCP yaitu :

2.3.1. Melakukan analisis bahaya
Bahaya (Hazard) Pada konteks HACCP didefenisikan sebagai agensia biologi, kimia, dan fisik yang dapat mengakibatkan penyakit atau cedera apabila tidak dilakukan prosedur control yang baik. Analisis bahaya digunakan untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan di setiap tahapan yang mungkin timbul pada proses produksi.
Menurut Food and Drug Administration (FDA) dalam mendeteksi potensi bahaya dari produk perikanan atau seafood
  1. Potensi bahaya berkaitan dengan spesies
FDA membagi spesies ke dalam dua kelompok besar, yaitu bertulang punggung dan tidak bertulang punggung. Potensi bahaya alami yang berkaitan pada spesies, anatara lain bahaya biologis (parasit) dan bahaya kimia (toksin, histamine, dan residu obat).
  1. Potensi bahaya berkaitan dengan proses
Selain potensi bahaya yang secara alami telah ada dari spesies sebagai bahan baku, potensi bahaya juga dapat muncul dan/atau meningkat selama proses. Berikut ini potensi bahaya yang berkaitan dengan proses :
- potensi tercemar bakteri karena sanitasi dan higenis yang buruk
- potensi berkembangnya bakteri karena pengaturan suhu yang tidak baik
- bakteri patogen yang resistan terhadap proses panas
- potensi munculnya toksin karena prosedur penyimpanan yang buruk
-potensi tercemar bahaya fisik, seperti rambut, pecahan gelas,dan serpihan              kayu
- potensi tercemar kimia, seperti tercemar cairan pencuci dan tercemar         oli mesin



2.3.2. Menetapkan titik kendali kritis (critical control points)
Critical control point (CCP) atau titik kendali kritis diartikan sebagai suatu titik, prosedur diamana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau diturunkan sampai ke batas yang aman atau dapat diterima. Setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Ada pula kemungkinan bahwa bahaya yang diidentifikasi pada suatu tahapan bukan merupakan CCP, namun hanya CP (Control Point) yaitu tahapan yang perlu diawasi untuk menghasilkan produk yang bermutu, tetapi bukan untuk mengeliminasi kemungkinan terjadinya bahaya (Yoseph, 2009).

2.3.2.1  Penentuan CCP dan CP
Decision tree merupakan suatu set alat pengambilan keputusan yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan untuk menentukan titik-titik kritis dalam suatu proses pengolahan bahan pangan. Ada empat pertanyaan dalam setiap keputusan mengenai penentuan titik kritis (Codex, 1997 dalam Nuryani et al.,2007).
Decision tree digunakan untuk menentukan titik kendali kritis (Critical Control Point). Decision Tree ini berisi seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya dan jawaban dari setiap pertanyaan tersebut akan memfasilitasi  Tim HACCP menetapkan CCP secara logis. Metode ini tidak hanya digunakan untuk menentukan CCP pada proses pengolahan, akan tetapi juga dapat digunakan untuk bahan baku maupun komposisi produk.


Gambar 1. Contoh Decision tree penentuan CCP (BSN, 1998)
Critical Control Point – merupakan poin operasi pengolahan perikanan di mana kegagalan pengontrolan kemungkinan terjadi yang kemungkinan besar produksi produk yang tidak aman. Poin ini memaksa kita untuk secara konstan mengevaliasi untuk menjamin pelaksanaan dengan segala persyaratan produk. Dengan pengecekan konstan sama saja dengan mengadakan inspeksi dalam dasar yang tetap (dalam hitungan per setengah jam,  jam, dll) setiap berproduksi.
Control Point – selain poin dalam proses operasi, bila terjadi kelalaian dalam proses produksi tidak akan mempengaruhi keamanan produk. Pengecekan dalam CP dilakukan tergantung pada kondisi pada saat produksi.


2.3.3. Menentukan batas kritis (critical limits)
Penetapan batas kritis bertujuan unutk memisahkan kriteria batas bahaya yang dapat diterima dari yang tidak dapat diterima. Prinsip pertama dan kedua hanya tiga proses yang diidentifikasi terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan bahaya. Batas kritis tersebut akan memberikan standar tingkat keamanan dari suatu produk, jika tingkat batas kritis sesuai standar maka munculnya suatu bahaya dapat dicegah.

2.3.4. Melakukan prosedur pengawasan (monitoring)
Prinsipnya adalah menetapkan sistem pengawasan setiap CCP dengan cara pengujian atau pengamatan. Batas kritis yang telah ditetapkan sebagai titik kendali selalu dipantau dan selalu diawasi pelaksanaanya. Pengawasan batas kritis tersebut dapat dilakukan dengan cara penguian dan dengan pengamatan visual, sensorik, kimia, dan mikrobiologi. Menurut Thaheer (2005), komponen pemantauan batas krtitis meliputi kaidah 1H + 4W yaitu:
a.       How : Bagaimana cara memonitoringnya, hanya pengecekan atau pengukuran ?
b.      What : Apa yang akan dipantau ?
c.       Where : Dimana titik, tahap atau prosedur yang akan dipantau ?
d.      Who : Siapa yang akan melakukan pemantauan ?
e.       When : kapan akan dilakukan pemantauan dan frekuensinya ?

2.3.5. Menetapkan prosedur koreksi
Prosedur koreksi sangat penting dilakukan ketika catatan yang ada     terdapat deviasi dalam batas kritis. Prosedur koreksi meliputi :
  1. menentukan penyebab ketidaksesuaian dan membenarkannya
  2. menentukan disposisi yang harus dilakukan pada produk yang tidak sesuai
  3. mencatat segala koreksi yang telah dilakukan

2.3.6. Menetapkan prosedur verifikasi
Verifikasi didefenisikan sebagai kegiatan (di luar kegiatan pengawasan) yang dilakukan untuk meyakinkan bahwa HACCP telah dilakukan dengan benar.
Berikut ini kegiatan yang dilakukan dalam menentukan suatu rencana HACCP telah dilakukan dengan baik atau belum :
  1. Mengevaluasi sistem fasilitas HACCP
  2. Menentukan pabrik telah didirikan dengan baik atau belum
  3. Melakukan validasi apabila terdapat kegagalan sistem seperti perubahan signifikan pada produk, proses, pengemasan serta penemuan potensi bahaya baru
  4. Verifikasi harus dilakukan berkala

2.3.7.Membuat prosedur dokumentasi
Seluruh sistem HACCP harus tercatat dengan baik. Sistem tersebut mulai dari penerapan HACCP, proses pelaksanaannya serta hasil dari penerapan HACCP harus tercatat dalam suatu sistem yang dapat dibaca dan dimengerti dengan baik. Tahap ini dilakukan dengan menetapkan penyimpanan catatan dan dokumen mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip HACCP dan penerapannya.
3.        Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Program-program seperti sanitasi, Good Manufacturing Practices (GMP), pelatihan kerja, dan prosedur penarikan produk dikenal dalam HACCP sebagai prasyarat. Program-program ini sebenarnya tidak terkait langsung dalam sistem HAACP, tetapi untuk mendukung berjalannya sistem HACCP maka diperlukan program-program tersebut. Sebagai contoh, perusahaan diuruh untuk menerapkan GMP terlebih dahulu sebelum menerapkan HACCP. SSOP merupakan acuan dalam melakasankan kegiatan produksi dengan menerapkan sistem sanitasi yang baik untuk menghasilkan produk yang aman. Secara umum mencakup delapan kunci yakni air, permukaan yang langsung berkontak dengan bahan, kontaminasi silang, fasilitas pencuci tangan dan toilet, perlindungan dari pemalsuan, pelabelan, dan penyimpanan toksikan, kesehatan pekerja, serta pengendalian hama.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. HACCP. [http://itp.fateta.ipb.ac.id/fthn3/cbt/haccp-apa.php]. Diakses 15 Oktober 2012
Badan Standarisasi Nasional. 1991. Standar Nasional Indonesia, 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical ControlPoint-HACCP) serta Pedoman Penerapannya.BSN Jakarta.
Nuryani., Darmanto, Y.S. dan Agustini, T. W.  2007. Pengendalian Mutu Penanganan Udang  Beku dengan Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (Studi Kasus di Kota semarang dan kabupaten cilacap). Jurnal Pasir Laut, 3: 19-26
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Bumi Aksara, Jakarta.

Yoseph, H. T.  2009. Pembaharuan Sistem Manajemen Mutu Berdasarkan ISO 9002:1994 Menjadi Sistem Manajemen Keamanan Pangan berdasar 22000: 2005 di PT.XYZ. Jurnal Organisasi dan Manajemen. 23 (2): 1-32.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar