MAKALAH
Hazzard Analysis Critical Control Point
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sektor perikanan Indonesia pada era globalisasi ini
memiliki prospek pengembangan yang sangat potensial. Hal ini dapat dilihat dari
industri pangan hasil perikanan yang semakin berkembang dan beragam jenisnya.
Dalam perkembangannya suatu industri pangan khususnya dibidang perikanan dituntut
untuk menjamin adanya keamanan produk yang dihasilkan. Perlu adanya pengawasan
yang sistematis dan continue mulai
dari awal bahan baku diterima hingga produk tersebut dipasarkan.
HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan
dan pengendalian keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard)
mulai dari bahan baku, selama proses produksi/pengolahan, manufakturing,
penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut
aman bila dikonsumsi.
Di dalam
industri pangan khususnya bidang perikanan harus mampu menerapkan sistem
jaminan mutu dan jaminan keamanan pangan (HACCP) sebagai fokus utama untuk
mencegah hal yang tidak diinginkan seperti kontaminasi bahaya baik bahaya
kimia, fisisk maupun mikrobiologis. Dengan memenuhi persyaratan dalam
penanganan maupun pengolahan,
maka diharapkan hasil pengolahan
dapat memenuhi standar mutu
yang ditetapkan baik secara
nasional maupun internasional.
Kontinuitas mutu produk
sangat penting guna meningkatkan
kepercayaan luar negeri terhadap
mutu suatu produk
sehingga produk tersebut dapat
ditemui di pasar Internasional.
B. Tujuan
- Mengetahui
tujuan pengendalian
proses produksi
- Mengetahui sejarah dan prinsip HACCP beserta
penerapannya
- Mengetahui cara
penentuan serta perbedaan CCP dan CP
- Memahami
secara jelas tentang Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP).
II.
PEMBAHASAN
1.
Pengendalian
Proses Produksi
Pengendalian proses produksi adalah suatu usaha atau
aktivitas yang menetapkan atau mengatur kemampuan sumber-sumber yang digunakan
dalam memenuhi rencana proses produksi, juga merupakan suatu
usaha atau aktivitas yang menetapkan atau mengatur kemampuan sumber-sumber yang
digunakan dalam memenuhi rencana proses produksi
Tujuan
utamanya adalah memaksimalkan pelayanan bagi konsumen dan meminimalkan
investasi pada persediaan,
dimana jika suatu proses dalam produksi itu terkendali secara benar akan mampu
mengurangi pengeluaran atau biaya lebih yang ditimbulkan dari produk yang
dipasarkan.
Tujuan
khususnya adalah mengusahakan agar perusahaan dapat menggunakan modal seoptimal
mungkin dan mengusahakan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas untuk
dapat mendapatkan keuntungan yang cukup bagi perusahaan
Untuk mencapai Pengendalian
proses produksi yang baik dilakukan setiap tahapan dengan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standart Sanitation Operating Procedure
(SSOP). GMP merupakan acuan dalam melaksanakan kegiatan produksi dengan baik.
Setiap tahapan proses harus sesuai dengan GMP untuk menghasilkan produk yang
sesuai standar. Sedangkan SSOP merupakan acuan dalam melakasankan kegiatan
produksi dengan menerapkan sistem sanitasi yang baik untuk menghasilkan produk
yang aman. Kegiatannya berupa:
penjaminan mutu, monitoring aktivitas produksi, pengendalian produksi, pelaporan dan pendataan
2.
Hazard
Analyis Critical Control Point
(HACCP)
2.1.
Sejarah HACCP
Sejarah HACCP berawal pada tahun 1959 oleh
Perusahaan Oillsbury yang dipelopori oleh Howard E. Bauman, Menurut Bauman
(1990), bagian paling sulit dari program mutu adalah untuk mencapai jaminan
mutu yang mendekati 100% karena ruang yang digunakan terkontaminasi pathogen,
baik bakteri maupun virus serta racun atau zat-zat kimia yang menyebabkan
penyakit yang menyebabkan wabah. Hal tersebut dapat ditentukan dengan teknik
pengendalian mutu yang saat ini ada karena tidak ad acara yang pasti untuk kita
bisa pastikan bahwa tidak akan ada masalah selama proses sehingga di buatlah
suatu system pengendalian hazard yaitu HACCP.
2.2.
Kelayakan Dasar Penerapan HACCP
Sertifikat HACCP merupakan
sertifikat yang penting untuk menjamin sebuah perusahaan menerapkan tindakan
pencegahan terhadap timbulnya bahaya di setiap proses produksi. Selain itu,
sertifikat HACCP juga digunakan untuk mendapatkan kepercayaan pasar (konsumen)
terhadap produk. Sertifikat HACCP didapatkan setelah perusahaan terlebih dahulu
menerapkan Good Manufacturing Practices
(GMP) dan Standart Sanitation Operational
Procedure (SSOP) sebagai prasyarat dasar penerapan HACCP. Tahap selanjutnya
yaitu dilakukan pembinaan penerapan HACCP dan persiapan sertifikasi HACCP, yang
terdiri dari dua tahap sebagai berikut:
1. Kelayakan
dasar, yaitu penerapan sistem jaminan mutu berdasarkan HACCP, meliputi cara
produksi yang baik, penerapan standar sanitasi dan prosedur operasional, ajuran
teknologi produksi, pembibitan, pembudidayaan, pasca panen, pelaksanaan
sanitasi, peralatan mesin, peralatan dan mesin, karyawan dan lain-lain.
2. Tahap
persiapan, yaitu mempersiapkan rancangan yang mencakup organisasi, penerapan,
dan evaluasi yang meliputi pemebentukan tim HACCP, deskripsi produk,
identifikasi pengguna produk, penyusunan diagram alir proses, dan verifikasi
diagram alir proses tersebut.
Beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh denga penerapan HACCP:
a. Meningkatkan
keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan
b. Meningkatkan
kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen berkurang
c. Memperbaiki
fungsi pengendalian
d. Mengubah
pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif menjadi preventif
e. Mengurangi
limbah dan kerusakan produk atau waste (Anonim A, 2012)
2.3. Prinsip HACCP
Pada prinsipnya HACCP dapat dibagi menjadi dua
bagian penting yaitu bagian pertama fokus pada mendefinisikan karakteristik
alami dari produk yang akan diproduksi dan menentukan diagram alir proses
produksinya hingga ke tangan konsumen. Mengetahui karakteristik alami dari
suatu produk sangat penting untuk dapat mendeteksi potensi bahaya yang akan
muncul. Selain itu, yang tidak kalah penting juga untuk diketahui adalah cara
produk pangan tersebut digunakan (dimakan mentah, bahan mentah siap dimasak,
atau bahan matang siap dimakan), metode distribusi dan pemasaran, serta
karakteristik konsumennya (bayi, remaja atau orang tua). Informasi ini bukan
bertujuan untuk merendahkan tingkatan pengawasan keamanan pangan pada salah
satu factor dan meningkatkannya pada factor lain, melainkan lebih kepada
mengetahui potensi bahayanya dan cara-cara pencegahannya. Sedangkan bagian kedua
terdiri dari pengaplikasian tujuh prinsip HACCP yaitu :
2.3.1. Melakukan analisis bahaya
Bahaya (Hazard) Pada konteks HACCP didefenisikan
sebagai agensia biologi, kimia, dan fisik yang dapat mengakibatkan penyakit
atau cedera apabila tidak dilakukan prosedur control yang baik. Analisis bahaya
digunakan untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan
produksi pangan di setiap tahapan yang mungkin timbul pada proses produksi.
Menurut Food and Drug Administration (FDA) dalam
mendeteksi potensi bahaya dari produk perikanan atau seafood
- Potensi
bahaya berkaitan dengan spesies
FDA membagi spesies ke dalam dua kelompok besar,
yaitu bertulang punggung dan tidak bertulang punggung. Potensi bahaya alami
yang berkaitan pada spesies, anatara lain bahaya biologis (parasit) dan bahaya
kimia (toksin, histamine, dan residu obat).
- Potensi
bahaya berkaitan dengan proses
Selain potensi bahaya yang secara alami telah ada
dari spesies sebagai bahan baku, potensi bahaya juga dapat muncul dan/atau
meningkat selama proses. Berikut ini potensi bahaya yang berkaitan dengan
proses :
- potensi tercemar bakteri karena sanitasi dan
higenis yang buruk
- potensi berkembangnya bakteri karena pengaturan
suhu yang tidak baik
- bakteri patogen yang resistan terhadap proses
panas
- potensi munculnya toksin karena prosedur
penyimpanan yang buruk
-potensi tercemar bahaya fisik,
seperti rambut, pecahan gelas,dan serpihan
kayu
- potensi tercemar kimia, seperti tercemar cairan
pencuci dan tercemar oli mesin
2.3.2. Menetapkan titik kendali
kritis (critical control points)
Critical control
point (CCP) atau titik kendali kritis diartikan sebagai
suatu titik, prosedur diamana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan
pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau diturunkan sampai ke batas yang aman
atau dapat diterima. Setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses
sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya
dapat dikendalikan. Ada pula kemungkinan bahwa bahaya yang diidentifikasi pada
suatu tahapan bukan merupakan CCP, namun hanya CP (Control Point) yaitu tahapan yang perlu diawasi untuk menghasilkan
produk yang bermutu, tetapi bukan untuk mengeliminasi kemungkinan terjadinya
bahaya (Yoseph, 2009).
2.3.2.1
Penentuan
CCP dan CP
Decision
tree merupakan suatu
set alat pengambilan keputusan yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan untuk
menentukan titik-titik kritis dalam suatu proses pengolahan bahan pangan. Ada
empat pertanyaan dalam setiap keputusan mengenai penentuan titik kritis (Codex,
1997 dalam Nuryani et al.,2007).
Decision
tree digunakan untuk
menentukan titik kendali kritis (Critical
Control Point). Decision Tree ini
berisi
seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya dan jawaban dari setiap
pertanyaan tersebut akan memfasilitasi
Tim HACCP menetapkan CCP
secara logis. Metode ini tidak hanya digunakan untuk menentukan CCP pada proses
pengolahan, akan tetapi juga dapat digunakan untuk bahan baku maupun komposisi
produk.
Gambar 1. Contoh Decision tree penentuan CCP (BSN, 1998)
Critical Control Point – merupakan poin operasi pengolahan perikanan di mana
kegagalan pengontrolan kemungkinan terjadi yang kemungkinan besar produksi
produk yang tidak aman. Poin ini memaksa kita untuk secara konstan mengevaliasi
untuk menjamin pelaksanaan dengan segala persyaratan produk. Dengan pengecekan
konstan sama saja dengan mengadakan inspeksi dalam dasar yang tetap (dalam
hitungan per setengah jam, jam, dll) setiap
berproduksi.
Control Point – selain poin dalam proses operasi, bila terjadi kelalaian dalam proses
produksi tidak akan mempengaruhi keamanan produk. Pengecekan dalam CP dilakukan
tergantung pada kondisi pada saat produksi.
2.3.3. Menentukan batas kritis (critical limits)
Penetapan
batas kritis bertujuan unutk memisahkan kriteria batas bahaya yang dapat
diterima dari yang tidak dapat diterima. Prinsip pertama dan kedua hanya tiga
proses yang diidentifikasi terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan bahaya.
Batas kritis tersebut akan memberikan standar tingkat keamanan dari suatu produk,
jika tingkat batas kritis sesuai standar maka munculnya suatu bahaya dapat
dicegah.
2.3.4. Melakukan prosedur
pengawasan (monitoring)
Prinsipnya adalah menetapkan sistem pengawasan
setiap CCP dengan cara pengujian atau pengamatan. Batas kritis yang telah ditetapkan
sebagai titik kendali selalu dipantau dan selalu diawasi pelaksanaanya.
Pengawasan batas kritis tersebut dapat dilakukan dengan cara penguian dan
dengan pengamatan visual, sensorik, kimia, dan mikrobiologi. Menurut Thaheer
(2005), komponen pemantauan batas krtitis meliputi kaidah 1H + 4W yaitu:
a. How
: Bagaimana cara memonitoringnya, hanya pengecekan atau pengukuran ?
b. What
: Apa yang akan dipantau ?
c. Where
: Dimana titik, tahap atau prosedur yang akan dipantau ?
d. Who
: Siapa yang akan melakukan pemantauan ?
e. When
: kapan akan dilakukan pemantauan dan frekuensinya ?
2.3.5. Menetapkan prosedur koreksi
Prosedur koreksi sangat penting dilakukan ketika
catatan yang ada terdapat deviasi
dalam batas kritis. Prosedur koreksi meliputi :
- menentukan
penyebab ketidaksesuaian dan membenarkannya
- menentukan
disposisi yang harus dilakukan pada produk yang tidak sesuai
- mencatat
segala koreksi yang telah dilakukan
2.3.6. Menetapkan prosedur
verifikasi
Verifikasi didefenisikan sebagai kegiatan (di luar
kegiatan pengawasan) yang dilakukan untuk meyakinkan bahwa HACCP telah
dilakukan dengan benar.
Berikut
ini kegiatan yang dilakukan dalam menentukan suatu rencana HACCP telah
dilakukan dengan baik atau belum :
- Mengevaluasi
sistem fasilitas HACCP
- Menentukan
pabrik telah didirikan dengan baik atau belum
- Melakukan
validasi apabila terdapat kegagalan sistem seperti perubahan signifikan
pada produk, proses, pengemasan serta penemuan potensi bahaya baru
- Verifikasi
harus dilakukan berkala
2.3.7.Membuat prosedur dokumentasi
Seluruh
sistem HACCP harus tercatat dengan baik. Sistem tersebut mulai dari penerapan
HACCP, proses pelaksanaannya serta hasil dari penerapan HACCP harus tercatat
dalam suatu sistem yang dapat dibaca dan dimengerti dengan baik. Tahap ini
dilakukan dengan menetapkan penyimpanan catatan dan dokumen mengenai semua
prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip HACCP dan
penerapannya.
3.
Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP)
Program-program seperti sanitasi, Good Manufacturing Practices (GMP),
pelatihan kerja, dan prosedur penarikan produk dikenal dalam HACCP sebagai
prasyarat. Program-program ini sebenarnya tidak terkait langsung dalam sistem
HAACP, tetapi untuk mendukung berjalannya sistem HACCP maka diperlukan
program-program tersebut. Sebagai contoh, perusahaan diuruh untuk menerapkan
GMP terlebih dahulu sebelum menerapkan HACCP. SSOP merupakan acuan dalam
melakasankan kegiatan produksi dengan menerapkan sistem sanitasi yang baik
untuk menghasilkan produk yang aman. Secara umum mencakup delapan kunci yakni
air, permukaan yang langsung berkontak dengan bahan, kontaminasi silang,
fasilitas pencuci tangan dan toilet, perlindungan dari pemalsuan, pelabelan,
dan penyimpanan toksikan, kesehatan pekerja, serta pengendalian hama.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan
Standarisasi Nasional. 1991. Standar Nasional Indonesia, 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya
dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical
ControlPoint-HACCP) serta Pedoman Penerapannya.BSN Jakarta.
Nuryani., Darmanto, Y.S. dan Agustini, T. W. 2007. Pengendalian Mutu Penanganan Udang Beku dengan Konsep Hazard Analysis Critical
Control Point (Studi Kasus di Kota semarang dan kabupaten cilacap). Jurnal
Pasir Laut, 3: 19-26
Thaheer,
H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point). Bumi Aksara, Jakarta.
Yoseph,
H. T. 2009. Pembaharuan Sistem Manajemen
Mutu Berdasarkan ISO 9002:1994 Menjadi Sistem Manajemen Keamanan Pangan
berdasar 22000: 2005 di PT.XYZ. Jurnal Organisasi dan Manajemen. 23 (2): 1-32.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar