PRAKTIKUM KIMIA DAN BIOKIMIA HASIL PERIKANAN
ACARA HISTAMIN
“PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN TERBENTUKNYA HISTAMIN”
I.
TUJUAN
1. Mengetahui
cara pencegahan terbentuknya histamin.
2.
Mengetahui cara penanggulangan
terbentuknya histamin.
II.
ISI
Ikan merupakan komoditi yang mudah
didapat dan nilai gizinya tinggi.
Ikan
juga merupakan salah satu bahan
makanan yang mudah membusuk. Hal ini
dapat
dilihat pada ikan-ikan yang setelah ditangkap dalam beberapa jam, jika tidak diberikan
perlakuan atau penanganan yang tepat maka ikan tersebut dapat menurunkan mutu. Sehingga perlu adanya penanganan khusus, perlakuan
suhu rendah dan memperhatikan faktor kebersihan serta kesehatan".
Oleh karena itu diperlukannya pengetahuan untuk mencegahan dan
menanggulangi terjadinya keracunan guna khususnya terbentuknya histamine supaya
aman untuk dikonsumsi. Pembahasan dalam makalah ini akan mengulas beberapa
hasil penelitian pada jurnal “Cara Pengolahan Ikan Laut
(Tongkol Dan Kembung) Yang Aman Untuk Kesehatan” dan “Analisis mutu Ikan Tuna
selama lepas tangkap”. Perlu diketahui kadar histamin dan akibatnya digolongkan
menjadi 3 tingkatan, pada kadar 15mg/100gr ikan dapat menyebabkan alergi, pada
kadar 50mg/100gr ikan akan menyebabkan alergi berat dan pada kadar 100mg/100gr
ikan akan memyebabkan keracunan. Sedangkan kadar histamine yang diizinkan oleh
US FOOD dan FDA tidak boleh lebih dari 50mg/100gr ikan. Orang yang memakan
histamine lebih dari ambang batas 50mg/1 orang akan merasa gatal gatal pusing
dan muntah (AOAC, 1995).
Pengolahan
ikan yang digunakan pada jurnal “Cara Pengolahan Ikan Laut (Tongkol Dan
Kembung) Yang Aman untuk
Kesehatan” antrara lain : dikukus,
dimasak dengan santan, digoreng dan dibakar. Proses analisis histamine dapat
dilakukan dengan menimbang sampel
sebanyak 10-25 gram yang diitambah dengan TCA 2,5%. Lalu diblader dan
disaring. Setalah itu, 1 gram resin + 10ml larutan buffer asetat dimasukan ke kolom bilas resin dengan 150ml
larutan buffer. Langkah selanjutnya, ambil 75ml filtrat lalu dinetralkan dengan
KOH 0,2M, kemudian filtrat dituang ke kolom. Selanjutnya, kolom (lembaran
silica pada permukaan kaca putih) dibilas dengan 150 ml buffer agar kolom tidak
kering, kolom dibilas dengan 25 ml HCL 0,2 M untuk membebaskan histamine.
Setelah itu, dibuat larutan blanko dengan 75ml larutan TCA 25%, kemudian Na2CO3
sebanyak 15ml dimasukkan ke tabung reaksi dan didingikan dalam es dan ditambah
1 ml eluen. Kemudian garam diazonium yang didinginkan sebanyakak 2ml ditambahkan
ke tabung reaksi, lalu campuran diaduk dan disimpan pada suhu 0 derajat celcius
selama 10 menit. Kemuduan dibaca serapannya pada 495nm.
Tabel 1. Rata-rata Kadar Histamin Pada Ikan Tongkol dan Kembung dari
Tempat Pelelangan
Ikan (TPI) dan Pasar Cilincing Menurut Pengolahannya (1997) pada Pemeriksaan Sampel
ke-1 dan ke-3.
No
|
Jenis Olahan
|
TPI Cilincing
|
Pasar Cilincing
|
||
Tongkol
Histamin (ppm) |
Kembung
Histamin (ppm) |
Tongkol
Histamin (ppm) |
Kembung
Histamin (ppm) |
||
1
|
Kukus
segar
|
6,13
|
3,92
|
6,56
|
3,90
|
2
|
Masak
santan
|
8,83
|
5,45
|
7,38
|
4,95
|
3
|
Di
goreng
|
15,93
|
10,23
|
13,80
|
16,14
|
4
|
Di
bakar
|
29,35
|
19,14
|
32,89
|
19,85
|
Berdasarkan tabel diatas,
sampel ikan kembung memiliki urutan
histamin
terendah sampai yang tertinggi yaitu
kukus segar, masak santan, masak goring dan dibakar. Jika dilihat
kadar histamin masih dibawah 20ppm. Pada sampel ikan tongkol dengan olahan
dibakar kadar histaminnya diatas 20ppm tetapi
masih dibawah 50ppm. Dapat disimpulkan bahwa ikan yang segar yang dikukus
kadar histaminnya terendah akan tetapi setelah ikan dimasak santan dan digoreng
atau dibakar kadar histamin meningkat.
Tabel 2. Rata-rata Kadar Histamin Pada
Ikan Tongkol dan Kembung dari Tempat
Pelelangan
Ikan (TPI)
dan Pasar Cilincing Menurut Pengolahannya (1997) pada Pemeriksaan Sampel
ke-2.
No
|
Jenis Olahan
|
TPI Cilincing
|
Pasar Cilincing
|
||
Tongkol
Histamin (ppm) |
Kembung
Histamin (ppm) |
Tongkol
Histamin (ppm) |
Kembung
Histamin (ppm) |
||
1
|
Kukus
segar
|
12,61
|
11,80
|
13,19
|
12,48
|
2
|
Masak
santan
|
16,76
|
17,14
|
13,36
|
18,16
|
3
|
Di
goreng
|
61,70
|
85,67
|
44,48
|
92,32
|
4
|
Di
bakar
|
115,77
|
106,75
|
125,08
|
121,20
|
Angka histamin menunjukan nilai yang lebih
tinggi jika dibandingkan pada saat di TPI . Hal ini dapat terjadi dikarenakan
adanya kemacetan lalu lintas untuk menuju laboratorium.
Tabel ini juga menunjukan adanya peningkatan kadar histamine setelah diolah
yang membuktikan bahwa kesegaran ikan sangat berpengaruh
pada kadar histamin ikan kembung maupun tongkol.
Tabel 3.
Rata-rata Kadar Histamin Pada Ikan Tongkol dan Kembung Baik dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Pasar Cilincing
pada Pemeriksaan ke-1 dan ke-3.
No
|
Jenis Olahan
|
Jenis Ikan
|
|
Tongkol
Histamin (ppm) |
Kembung
Histamin (ppm) |
||
1
|
Kukus
segar
|
6,34
|
3,91
|
2
|
Masak
santan
|
8,11
|
5,20
|
3
|
Di
goreng
|
14,86
|
13,18
|
4
|
Di
bakar
|
31,12
|
19,49
|
Tabel 1,2,3 menunjukan bahwa dari jenis
olahannya,
urutan prioritas cara olahan berdasarkan kandungan rata-rata histamin pada ikan
kembung maupun tongkol adalah kukus segar- masak santan, goreng,dan bakar. Bila dilihat
dari jenis olahannya ternyata urutan prioritas cara olahan berdasarkan
kandungan rata-rata histamin (Tabel 3) sebagai berikut: untuk ikan kembung,
ikan kukus segar, ikan masak santan, ikan goreng, ikan bakar dengan rata-rata
kandungan histamin berturut turut 3,911 ppm; 5,2 ppm; 13,18 ppm; 19,49 ppm; sedangkan untuk ikan tongkol,
ikan kukus segar, ikan masak santan, ikan goreng, ikan bakar memiliki rata-rata kandungan
histamin berturut-turut:
6,34 ppm; 8,11 ppm; 14,86 ppm; dan 31,12
ppm. Data tersebut menunjukkan bahwa ikan tongkol maupun kembung dengan cara
kukus segar dan dimasak menggunakan santan
memiliki kadar histamin yang lebih sedikit dibanding pengolahan lain. Hal ini mungkin terjadi
karena sebagian histamin terlarut atau terencerkan sehingga kadar dalam ikan
jadi berkurang.
Ikan
kembung masak santan rata-rata kandungan histamin yaitu 5,20 ppm, sedangkan ikan tongkol masak
santan rata-rata kandungan histamin
yaitu 8,11 ppm. Hal serupa juga terjadi pada ikan
tongkol maupun kembung yang digoreng. Ikan
tongkol maupun ikan kembung
yang dimasak dengan cara dibakar
(tidak memakai larutan apapun), ikan
tongkol memiliki kadar histamin rata-rata
sebesar 31,12 ppm dan
ikan kembung memiliki kadar histamin rata-rata sebesar 19,49 ppm.
Hal
yang perlu diperhatikan dalam pengolahan ikan yaitu kesegaran dari ikan yang akan diolah. Ikan yang sudah tidak
segar lagi memungkinkan ada aktivitas bakteri yang bisa menambah tinggi kadar histamin. Tuna di bagian perut (belly parthentral) merupakan bagian yang
paling tinggi kadar
histaminnya karena pada bagian ini berada bakteri yang mengandung enzyme histidine
decarboxylase yang akan mengubah histidin menjadi histamin.
Jurnal
kedua yaitu “Analisis
Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap”. Analisis mutu ikan tuna
selama lepas tangkap dapat dilakukan
dengan metode tertentu. Awalnya, ikan tuna langsung ditangkap
oleh nelayan yang ada di Pelabuhan
Ratu dengan menggunakan
kapal yang telah dilengkapi palka berinsulasi diukur kadar histamin dengan metode
fluorometri yang didasarkan pada pengukuran fluorosensi. Prosedur analisis
meliputi persiapan sampel dan standar, persiapan resin dan kolom resin,
pemurnian contoh, derivatisasi, pengukuran fluoresensi dengan menggunakan
spektroflourometer dan perhitungan. Histamin diekstrak dari jaringan daging
contoh dengan menggunakan methanol dan sekaligus mengkonversi histamin ke dalam
bentuk OH. Zat-zat histamin selanjutnya dimurnikan melalui resin penukar ion
dan diubah ke bentuk derivatnya dengan senyawa OPA. Besarnya fluoresensi
histamin diukur pada panjang gelombang Eksitasi 350 nm dan Emisi 444 nm. Palka
yang digunakan untuk kapal bertonase 5 GT (Gross Tones) dipasang knock down atau berupa peti berinsulasi
dan untuk kapal bertonase 10 GT atau lebih, palka dipasang permanen melekat
dengan badan kapal. Bahan insulasi terdiri dari polyuretan A, polyuretan B dan freon 11 dengan
pebandingan masing-masing bahan adalah 7:5:1. Perbandingan tersebut akan
menghasilkan kerapatan insulasi 60 kg/m2. Permukaan peti dan palka dilapisi
serat berupa serat gelas (fiberglass). Peti dan palka dilengkapi dengan tutup
yang konstruksinya sama dengan konstruksi dinding dan dasar peti yang juga dicor,
diinsulasi dan dilapisi serat gelas . Proses penangkapan dilakukan pada fishing
ground (rumpon) pada 080 11’
10,9” Lintang Selatan dan 1060 21’ 52,6” bujur
timur. Penanganan yang
pertama adalah dengan mematikan ikan secepat mungkin dengan cara memukul bagian
kepala ikan. Setelah ikan mati, dilakukan penyiangan dengan pembuangan
insang,sirip insang dan isi perut. Ikan yang telah disiangi dicuci bersih dan
dimasukkan ke dalam
palka secara hati-hati dan diberi es dengan perbandingan 1:1 antara ikan dan
es. Saat pendaratan dan grading, ikan yang bisa langsung ditangani dengan baik
pada saat di kapal dikelompokkan pada grade A (ikan IT1 dan IT2) sedangkan ikan
lainnya dikelompokkan pada grade B (Ikan IT3, IT4, IT5 dan IT6). Ikan
hasil tangkapan setelah didaratkan dan digrading, segera ditangani dengan cepat
untuk persiapan transportasi ke pabrik. Selama transportasi darat ini, ikan
tetap dijaga dalam kondisi dingin (di bawah 4ᵒC) dengan dibawa menggunakan coldbox
dan penambahan es sebanding dengan berat ikan.
Hasil
pengujian histamin ikan tuna segar diperoleh kisaran nilai 1,28 – 1,61 mg%.
Nilai ini masih jauh dibawah standar keamanan yang ditetapkan oleh beberapa
negara tujuan ekspor. Produksi histamin pada ikan tergantung dari kadar
histidin pada ikan, keberadaan bakteri penghasil enzim dekarboksilase dan
kondisi lingkungan. Jumlah histamin yang dihasilkan oleh ikan sangat
dipengaruhi oleh suhu,waktu, dan kondisi penyimpanan serta spesies ikan
tersebut (Lehane dan Olley, 1999), Total bakteri penghasil histamin ada ikan
tuna segar berkisar antara 101 – 1,99x102. Jumlah bakteri penghasil histamin
mempengaruhi kadar histamin pada ikan. Bakteri penghasil enzim histidin dekarboksilase yang
dapat menghasilkan histamin umumnya berasal dari famili Enterobactericeae.
Bakteri spesifik terdapat pada lingkungan laut atau terpapar selama penanganan,
khususnya ketika ikan tidak dijaga dalam rantai dingin (Lehane dan Olley,
1999). Hasil pengujian histamin ikan tuna segar diperoleh kisaran nilai
1,28-1,61 mg/100g daging ikan. Berdasarkan
pengujian yang dilakukan pada jurnal
tersebut, diperoleh total bakteri pada ikan tuna
segar berkisar antara 102-2,5 x 104 koloni/g. Total bakteri penghasil histamin
pada ikan tuna segar berkisar antara 101-1,99 x 102. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan perlu adanya penerapan pengawasan
dan penanganan rantai dingin mulai dari ikan ditangkap hingga ke proses
penyimpanan oleh para nelayan dan eksportir sebagai upaya untuk mempertahankan
mutu ikan tuna yang dihasilkan.
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pencegahan terbentuknya histamin dapat dilakukan
dengan memilih ikan segar dengan kadar histamin rendah dan memilih
teknik pemasakan yang tepat. Teknik ang
terbaik adalah pengukusan.
2.
Penanggulangan terbentuknya histamin dapat dilakukan dengan
menerapkan penanganan khusus seperti perlakuan suhu rendah dan
memperhatikan faktor kebersihan serta kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
AOAC.
1995. Histamine in Seafood : Fluorometric methods. 16th ed. Gaithersburg, MD:
AOAC International.
Lehane L, J Olley. 1999. Histamine (Scombroid) Fish
Poisoning, a Review in a Risk-Assessment Framework. National Office of Animal
and Plant Health. Canberra.
Supraptini , Nunik S.M.,
Enny W.L., Riris A., Rismawati N. 1999. Tongkol dan Kembung yang Aman untuk
Kesehatan . Bul. Penelit. Kesehat. 26 (2&3) 199811999.
Widiastuti, Indah dan Sumpeno P. 2010. Analisis Mutu
Ikan Tuna selama Lepas Tangkap. Maspari Journal 01 (2010) 22-29.